Ada saja gebrakan yang di lakukan oleh simbul. Ya, anak pemilik kos yang saya ceritakan sebelumnya. Pagi ini ia membuat drama tak mau berangkat sekolah karena uang sakunya kurang. Saya tahu karena ia pagi ini lagi-lagi mengasah keahliannya dalam berteatrikal di depan rumah.
Dasi merah yang sudah rapi menjadi melorot dan hampir lepas, pakaian yang sudah rapi licin tercerai berai keluar dari sabuknya, tas yang digendongnya luluh lantah beserta isi di lantai depan pintu, topi yang sedari tadi hinggap bertengger rapi di kepalanya, sekarang sudah menemani tas yang terkapar dilantai.Sungguh menjadi satu hiburan dan kegelisahan tersendiri bagi saya yang menonton pertunjukkan yang dilakukan oleh satu bocah satu SD yang ginuk-ginuk ini. Menjadi hiburan dikarenakan memang lucu tingkah ngamuknya. Namun, menjadi satu kegelisahan mungkin nantinya saya akan menjadi orang tua dan harus merasa lumrah dan harus sabar akan tingkah laku anak saya nantinya.
Walau memang agak sabar menunggu emosinya reda. Dan syukurnya anak tetangga lain juga mau berangkat lewat rumahnya dan melihat Simbul menangis, lalu tiba-tiba menghampiri. Entah apa yang mereka bicarakan, tapi ajaibnya, tangis Simbul perlahan mereda. Mungkin ia malu dilihat temannya. Setelah beberapa detik menimbang, akhirnya simbul menyerah pada nasib, menyeka air mata dengan ujung dasi. akhirnya ia legowo untuk berangkat sekolah.
Usahanya sia sia.
Mungkin jika drama yang ia buat berhasil, saya coba membayangkan betapa bahagianya ia di sekolah. mungkin, sudah memikirkan bahwa ia yang paling kaya diantara teman temannya karena uang sakunya pagi ini bertambah. Semua pedagang yang berderet di depan mungkin akan ia singgahi dan tinggal tunjuk saja, teman temannya yang ikut membersamainya akan ia traktir. Makan siang gratis dari pemerintah mungkin akan ia acuhkan pula.
Tapi imajinasi memang tinggal imajinasi. Realita yang terjadi tidak seperti yang diharapkan oleh Simbul. Ia tetap melanggang lemas berangkat menuju destinasi pembelajaran seperti biasanya, dengan uang saku yang "gagal optimal".
Simbul memang bocah kelas satu SD, tapi bakatnya di bidang seni peran teatrikal benar-benar layak iapresiasi. Kalau suatu hari ia muncul di layar kaca, ataupun ada video viral di akun youtubenya, saya bisa dengan bangga berkata, "Saya saksi pertama dari kebangkitan
kariernya."