Salah satu hal yang paling menarik saat berselancar di internet adalah menemukan gagasan-gagasan baru yang dapat memperluas sudut pandang saya. Tidak jarang, saya menemukan pemikiran yang terasa begitu segar dan mencerahkan, seolah memberikan perspektif baru terhadap pengalaman yang sedang saya jalani dan kebiasaan yang ingin saya perbaiki.
Bahwa mungkin alam mendukung hal yang ingin saya perbaiki. Untuk itu, suatu hari ketika saya berselancar di internet, saya menemukan sebuah topik yang menarik di platform Quora, yaitu "Bosan juga perlu dirawat." Judul ini langsung menarik perhatian saya karena terdengar paradoksal sekaligus menggugah rasa penasaran. Sayangnya, saat itu saya sedang tergesa-gesa berpindah ke aplikasi WhatsApp karena ada urusan pekerjaan yang harus segera ditangani. Ketika akhirnya saya kembali ke Quora, laman tersebut telah ter-refresh otomatis, menghapus jejak artikel yang baru saja saya temukan. Saya berusaha mencarinya kembali, tetapi entah mengapa saya belum juga menemukannya hingga sekarang.
Namun, meskipun artikel belum kunjung saya temukan kembali, satu hal yang masih melekat dalam ingatan saya adalah kesan mendalam yang ditinggalkan oleh judulnya. "Bosan juga perlu dirawat." Awalnya, saya menafsirkan pernyataan ini secara keliru. Sekilas, saya menganggap bahwa maksud dari kalimat tersebut adalah bagaimana kita bisa menghindari rasa bosan dengan terus mencari hal-hal baru atau tetap aktif agar tidak mudah merasa jenuh. Namun, setelah mencoba memahami lebih dalam, saya justru menyadari bahwa inti pesan dari judul tersebut bertolak belakang dengan asumsi awal saya.
Dalam era digital yang serba cepat ini, kita sering kali terjebak dalam kesibukan yang tanpa sadar kita ciptakan sendiri. Hidup kita kini nyaris tidak bisa lepas dari layar gadget. Dari pagi hingga malam, ada begitu banyak distraksi yang membuat kita selalu sibuk, baik secara fisik maupun mental. Tanpa kita sadari, hampir setiap aktivitas kita kini selalu ditemani oleh ponsel atau perangkat digital lainnya.
Coba perhatikan pola keseharian kita. Saat makan, kita menonton YouTube. Saat boker di kamar mandi, kita scrolling TikTok. Sebelum tidur, kita sibuk menjelajahi Instagram atau membaca berita yang terus bergulir tanpa henti. Bahkan, saat sedang mengantre atau menunggu sesuatu, tangan kita refleks mengambil ponsel untuk sekadar mengecek media sosial atau membaca notifikasi yang mungkin tidak begitu penting. Semua ini menciptakan kebiasaan di mana kita selalu membutuhkan sesuatu untuk mengisi waktu, seakan-akan kita takut menghadapi kekosongan.
Inilah mengapa gagasan tentang "merawat kebosanan" menjadi sangat relevan bagi saya, pun juga berharap relevan terhadap anda. Artikel yang saya temukan di Quora itu sebenarnya ingin menyampaikan bahwa kita perlu melatih diri untuk terbiasa dengan rasa bosan tanpa merasa harus segera mengusirnya dengan distraksi dari gadget. Kebosanan, yang dulu mungkin terasa sebagai sesuatu yang negatif, sebenarnya memiliki peran penting dalam kehidupan kita. Ia memberi ruang bagi pikiran kita untuk beristirahat, untuk merenung, dan bahkan untuk melahirkan kreativitas yang lebih dalam.
Banyak orang besar dan pemikir kreatif di dunia yang justru menemukan ide-ide cemerlang saat mereka terbebas dari distraksi. Seperti yang dikatakan oleh Cal Newport dalam bukunya "Deep Work," seseorang dapat mencapai tingkat pemikiran yang lebih mendalam ketika mereka mampu fokus tanpa gangguan. Newport menekankan pentingnya menghindari interupsi digital agar otak bisa bekerja secara optimal dalam menghasilkan ide-ide baru. Bahkan, beberapa penulis terkenal mengakui bahwa inspirasi mereka sering kali muncul saat mereka sedang tidak melakukan apa-apa, membiarkan pikiran mereka mengalir tanpa batasan.
Namun, di zaman sekarang, di mana hampir setiap detik perhatian kita tersedot oleh notifikasi dan konten digital, kita nyaris tidak memiliki kesempatan untuk benar-benar merasa "bosan". Akibatnya, otak kita terus-menerus bekerja tanpa jeda, selalu mencari stimulasi baru, yang pada akhirnya justru dapat menyebabkan kelelahan mental dan berkurangnya kemampuan untuk berpikir kreatif secara mendalam.
Jadi, bagaimana cara kita mulai "merawat" rasa bosan ini?
Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan sengaja menciptakan momen tanpa distraksi. Misalnya, ketika sedang makan, cobalah untuk tidak menonton atau membaca apa pun. Fokuslah pada makanan, rasakan teksturnya, nikmati aromanya, dan perhatikan bagaimana tubuh kita meresponsnya. Ketika sedang menunggu di suatu tempat, biarkan diri kita mengamati lingkungan sekitar tanpa harus segera mengambil ponsel. Saat nongkrong dengan teman, coba tinggalkan sejenak gawai dan berikan perhatian penuh pada percakapan. Terlalu sering melihat layar saat berbincang bisa mengurangi kualitas interaksi dan membuat kita kehilangan momen berharga. Atau, luangkan waktu di penghujung hari untuk duduk diam tanpa gangguan, membiarkan pikiran mengembara tanpa harus selalu diisi dengan informasi baru.
Melakukan hal ini mungkin terasa sulit pada awalnya, terutama bagi kita yang sudah terbiasa dengan hiruk-pikuk dunia digital. Akan ada dorongan untuk segera mengisi kekosongan dengan sesuatu yang bisa memberikan stimulasi instan. Namun, dengan latihan dan kesadaran yang konsisten, kita bisa mulai menemukan kembali keindahan dalam kebosanan itu sendiri.
Merawat kebosanan bukan berarti kita harus menghindari teknologi atau menolak kemajuan zaman. Sebaliknya, ini adalah upaya untuk menyeimbangkan hidup, memberikan kesempatan bagi pikiran kita untuk beristirahat, dan membiarkan kreativitas tumbuh secara alami. Dengan belajar menikmati momen tanpa distraksi, kita dapat menemukan ketenangan yang selama ini mungkin sulit kita raih di tengah derasnya arus informasi.
Jadi, lain kali ketika saya maupun Anda sekalian merasa bosan, jangan terburu-buru mencari distraksi. Izinkan diri kita merasakan kebosanan itu sepenuhnya, membiarkannya hadir tanpa perlawanan. Bisa jadi, dalam momen hening tersebut, kita justru menemukan gagasan baru, memahami diri lebih dalam, atau sekadar menikmati ketenangan yang jarang kita rasakan di tengah hiruk-pikuk dunia digital.
0 komentar:
Posting Komentar